Minggu, 18 Agustus 2013

PERLENGKAPAN DAN PIRANTI PERTUNJUKAN

A. Menyimpan Kotak Wayang
Cara menyimpan wayang kulit agar tetap baik dan kuat sampai bertahuntahun
adalah sebagai berikut: Mulai dari petinya, yaitu kotak tempat wayang.
Penyimpanannya harus di tempat yang baik. Kotak wayang diberi ganjalan dari
bangku kayu kecil (dingklik) 2 buah tingginya 50 cm, panjangnya sesuai dengan
lebar kotak lalu diletakkan berdampingan untuk mengganjal kotak tadi. Jadi kotak
tidak diletakkan di ubin atau tanah di dalam rumah, kotak tersebut bisa pas di atas
dingklik. Dan lagi, kotak jangan sampai menempel pada tembok atau gebyog di
dalam rumah agar jangan sampai terkena hawa dingin dan menjadi lembab atau
kemasukan hewan-hewan kecil. Tembok atau gebyog itu kalau terkena air hujan
bisa menjadi lembab sehingga hewan-hewan kecil pun menyukainya. Kelembaban
juga menyebabkan jamur sedangkang hewan kecil bisa merusakkan eblek atau
wayang. Maka kotak harus diberi jarak 30 cm, jangan sampai menempel tembok
atau gebyog. Di atas kotak yang sudah tertutup rapat lalu diberi tutup dari kain
perlak yang rapat mengelilingi kotak sesuai dengan besarnya kotak agar bila
terkena air hujan dari atas tidak bisa masuk ke dalam kotak.
Cara mengangin-anginkan wayang kulit adalah sebgai berikut. Sebelum
kotak diambil dari tempat penyimpanan, terlebih dahulu disiapkan tempat untuk
mengangin-anginkan wayang tersebut, jangan sampai tempatnya terlalu panas

atau dingin. Carilah tempat yang kering, sebisa-bisanya tempat tersebut dekat
rumah yang agak tengah jangan sampai terkena sinar matahari langsung. Lalu
rentangkan tali dadung kecil yang kuat, diikatkan pada dua buah saka. Kalau
punya alat untuk menancapkan (tanceban) dari kayu jati, biasanya digunakan
untuk alat nyumping wayang bersama dengan gawangan plangkan kelir. Tempat
menancapkan sumpingan tadi adalah dari kayu jati yang diberi lubang. Lubangnya
mulai dari besar sampai kecil, diurutkan menurut besar kecilnya gapit wayang
yang akan disumping. Semua itu dipersiapkan di dalam jadi bisa mengurangi tali
yang direntangkan dari satu dari dengan dari yang lain tadi. Kalau sudah selesai,
lantai atau mester disapu yang bersih jangan sampai basah atau lembab lalu
digelari tikar pasir yang bersih atau tikar pacar (mendong). Kotak lalu mulai
dibawa ke tempat yang sudah diatur dengan baik tadi, diletakkan yang enak
jangan sampai mengganggu dalam mengangin-anginkan wayang.
Kain perlak penutup kotak diambil lebih dulu, lalu ditaruh di tempat yang
sesuai jangan sampai terkena panas matahari, selain cepat rusak, juga membuatya
menjadi lembab yang tidak baik untuk wayang. Kalau sudah selesai, gembok
kotak lalu dibuka dilanjutkan dengan membuka tutup kotak diletakkan di tempat
yang enak serta jangan sampai mengganggu. Lalu eblek tutup wayang yang paling
atas dibuka, ditumpuk di atas tutup kotak tadi untuk alas wayang yang tidak
memakai tanganan. Kelir diangin-anginkan lebih dulu, dijemur sebentar di terik
matahari tapi jangan sampai terlalu lama. Kalau sudah hangat lalu diangkat serta
dikibaskan lalu dilipat dan digantungkan di tempat yang sejuk dalam teras atau



B. Tata Cara Simpingan
Sekarang mulai mengeluarkan wayang. Biasanya yang paling atas adalah
kayon (gunungan), diambil lalu ditumpuk di emblek yang ada di atas tutup kotak
tadi, atau di tempat tanceban kayu yang sudah disediakan tadi. Lalu wayang
bagian sumpingan sebelah kanan mulai dari prabu Tuhuwasesa (Sena jadi ratu
diambil lebih dulu. Tangan wayang yang depan dikaitkan di tali yang
direntangkan tadi, begitu seterusnya sampai sumpingan bagian kanan habis
sampai wayang putran anak kecil (bayen) serta dewa ruci. Kalau sudah sampai
wayang estren diberi sela dari agar kelihatan batas bagian besar dan kecil. Kalau
sudah penuh lalu ke tali di bawahnya, tapi pemasangannya dibuat saling
membelakangi, jadi wayang yang paling kecil bisa berada di bawah Prabu
Tuhuwasesa, wayang sumpingan yang paling besar bagian kanan.
Setelah itu lalu sumpingan bagian kiri, mulai dari danawa Raton
(Kumbakarna) atau prabu Niwatakawaca. Lalu raja danawa muda Buta Ngore
(gendong) Prabu Rahwana (Dasaka) dan seterusnya sampai Pinten Tansen atau
Nangkula dan Sadewa sampai sumpingan kiri habis, penataannya sama seperti
sumpingan kanan yang sudah diangin-anginkan tadi, emblek dikumpulkan jadi
satu lebih dulu.
Selanjutnya wayang dudahan. Diberi nama wayang dudahan artinya
wayang yang tidak pernah disumping, hanya di dalam kotak atau di atas tutup
kotak. sedangkan kalau wayang pedalangan yang pasti ada di atas, di bawah
wayang sumpingan, biasanya adalah wayang ricikan yaitu senjata-senjata wayang,

prampokan, kereta kencana, kuda, gajah, lalu para tapa serta dagelan, serta ada
beberapa yang mencampur dengan sebangsa hewan buruan. Sedangkan wayang
yang mempunyai tangan hidup, mengangin-anginkannya dengan cara dikaitkan
seperti wayang sumpingan di atas tadi.
Setelah itu lalu ambil wayang dugangan, yaitu para Kurawa, para putra
Ngalengka, para punggawa serta patih, semua itu mengangin-anginkannya jadi
satu juga digantung seperti tadi. Para danawa, tumeten, para jawata, para wanara,
cara mengangin-anginkan juga sama. Tumeten sebangsa wayang hewan buruan
yang jarang dipakai seperti babi, harimau, banteng, kerbaudanu, kijang, rusa,
garuda, nagaraja, taksaka, burung, brajut jantan dan betina serta bajubarat
(setanan) penataannya hanya untuk dasar, mengangin-anginkannya hanya cukup
di eblek di atau kayu tanceban tadi. sedangkan wajang yang tangannya mati
seperti Batara Guru, Kayon Gunungan, setanan, brajut, mengangin-anginkannya
cukup ditancapkan di tempat tanceban kayu sampai semua wayang habis
dikeluarkan.
Sekarang membersihkan kotak. Semua alat wayang yang disimpan di
dalam anakan kotak, seperti kepyak, cempala besar dan kecil, sapit blencong,
plintur tali kelir, benang jarum, kain lap, sikat halus, alat untuk membersihkan
kalau ada wayang yang terkena jamur. Kalau wayang di pedesaan biasanya
mempunyai golek, (taledek kayu) untuk penutup cerita, tancep kayon, sebagai
tambahan gambyongan. Semua dibersihkan dan dikeluarkan dari kotak terlebih
dulu.

Kalau semua barang sudah dikeluarkan, kotak wayang baru dibersihkan
sampai bersih, jangan sampai ada hewan merayap yang masuk di dalam kotak
tadi, kotak jangan sampai terkena hawa panas atau dingin. Kalau kotak sudah
bersih lalu diberi alas kardus atau kertas yang tebal agar bisa hangat. Kalau punya
atau bisa mencari, lebih baik kalau diberi bulu laring merak (burung cohong), bulu
tersebut bisa menghangatkan dan semua hewan merayap tidak mau mendatangi.
Kalau tidak ada cukup diberi kapur barus (kamper). Kalau semua alas sudah diatur
dengan baik lalu ditutupi eblek yang sudah dibersihkan, semua alat wayang yang
disimpan di anakan kotak tadi, kalau sudah dibersihkan semua lalu dikembalikan
ke tempatnya jangan sampai ada yang tertinggal. Begitulah cara menganginanginkan
wayang kulit agar bisa tetap bagus. Kalau sedang membersihkan
wayang jangan sambil merokok karena abunya bisa jatuh dan mengotori wayang
sehingga wayang menjadi kurang bagus.


C. Menjaga Kebersihan Wayang
Semua wayang yang sudah diangin-anginkan tadi sebelum dimasukkan dalam
kotak sebaiknya diteliti satu persatu, wayang yang gapitnya longgar atau talinya
kurang kuat, dikumpulkan lebih dulu jadi satu. Kalau sudah, tali yang kendor itu
diberi tali lagi dengan benang piser merah yang kuat. Benang dirangkap dua kali
agar kuat jangan sampai kendor. Semua wayang yang kendor talinya harus
diperkuat karena kendornya tali itu sering membuat patahnya gapit, lagi pula
kalau gapit tidak kuat, memegang wayang juga rasanya tidak enak, untuk sabetan
tidak terasa enak serta gerakan benang yang tertarik serta longgarnya gapit itu

akan membuat putusnya tatahan. Apalagi kalau wayang yang ukirannya rumit
seperti ukiran dodot limaran, parang, lapis, dan seterusnya itu mudah putus.
Semua tatahan itu kalau sudah putus akan sulit miripbaikinya, bisanya hanya
diikat benang yang kuat dan lembut atau dari serat sabut kelapa.
Kalau kurang lembut harus dihaluskan, ditambal sambung dengan kulit baru
lalu ditatah lagi menurut tatahan yang lama. Wayang yang ditambal namanya
wayang kasopak. Kalau sudah selesai memberi tali lalu dikembalikan ke
tempatnya lagi urut seperti semula. Selanjutnya ganti memilih wayang yang
terkena jamur, dikumpulkan jadi satu seperti tadi. Wayang yang terkena jamur itu
dibersihkan dengan sikat yang halus dengan pelan-pelan, jangan sampai merusak
cat wayang yang sudah tua. Duluat sampai bersih dan hilang jamurnya. Biasanya
yang terkena jamur itu adalah cat wayang yang berwarna hitam dan merah
sehingga kelihatan bintik-bintik putih. Kalau dilihat dari kejauhan warna wayang
kelihatan lusuh, apalagi kalau didekati kelihatan kotor. Biasanya yang terkena
adalah bagian rambut masuk ke tatahan rambut. Kalau menyikat dan
membersihkan rambut para satria harus lebih hati-hati, jangan sampai
memutuskan seritan rambut atau molor keluar karena tatahan seritan itu untuk
rambut para satria atau putran adalah alusan, bentuknya seperti pir jam yang
panjang. Kalau sampai molor maka akan mudah putus, apalagi kalau yang gelung,
lebih susah lagi. Makanya harus hati-hati. Rambut seritan kalau sampai putus lalu
bolong akan jadi cacat dan kelihatan kurang bagus. Makanya cara perawatan dan
membersihkan harus hati-hati tidak boleh sembarangan.

Kalau jamur itu sudah kelihatan tebal sampai kelihatan hampir putih semua,
cara membersihkannya dengan kain lap yang empuk, dibasahi dengan air hangat
lalu diperas. Setelah itu digunakan untuk mengusap wayang, ditutulkan ke atas cat
yang terkena jamur, kalau sudah kering catnya akan kelihatan memudar, kalau
catnya masih baru akan bersih lagi seperti semula sedangkan kalau catnya sudah
lama tentu kelihatan tergores, lalu dimandikan lagi dengan ancur lempeng (ancur
kripik). Ancur direbus dengan air landa jangkang, memandikannya cukup sekali
saja, sedangkan praos atau pradanya jangan sampai terkena ancur nanti tergores.
Kalau sudah kering wayang akan kelihatan baru dan kembali bersinar. Kalau ada
wayang yang catnya mengelupas sampai banyak sebaiknya digebal, artinya dicuci
dihilangkan catnya, dicuci dengan air dan duluat sampai bersih catnya lalu
ditumpuk dengan barang yang rata, misalnya papan yang rata. Jika wayang kering
jangan sampai kelihatan bergelombang, usahakan agar kerinng dan rata. Kalau
sudah lalu dicat lagi sehingga kelihatan seperti baru. Jadi wayang gebalan itu
artinya wayang lama yang dicat kembali sampai jadi wayang baru lagi.
Selain itu, kalau ada wayang yang terkena minyak blencong, misalnya terkena
tetesan seperti hampir terbakar, jangan sampai dicampur dengan wayang lainnya,
harus disendirikan Karena wayang yang terkena minyak klentik itu selain
kelihatannya kotor juga mudah menumbuhkan jamur dan bisa menjalar ke wayang
lainnya. Cara untuk menghilangkan daerah yang terkena minyak tadi adalah
dengan diusap apu (injet). Kalau sudah sekitar sehari semalam lalu diusap. Catnya
tentu sudah mengelupas lalu dibersihkan, kalau sudah bersih ditambal cat lagi
sesuai dengan yang sudah ada. Kalau yang terkena wajahnya jangan sampai diberi

warna cat wajah nanti kelihatan berbeda dan tidak kurang harmonis. Kalau cat
untuk badan terserah menurut kesesuaian wayang yang rusak tadi. Makanya
dalang serta panyumping itu harus hati-hati dalam merawat wayang karena
wayang yang terkena minyak blencong itu bisanya pulih lagi harus ditambal
catnya lagi.
Ada lagi, sering dalang kalau akan mengeluarkan wayang dengan diambang,
diusapkan di pipi atau di hidung, biasanya wayang yang wajahnya hitam
makasudnya agar kelihatan hitam bersih. Bagi mereka yang belum mengerti
mengatakan kalau dalang itu sedang memberikan kasihnya pada wayang yang
sedang dipegang. Tetapi malah sebaliknya jadi keliru. Wajah orang itu tentu
berminyak, jadi wayang itu seperti diminyaki. Kalau tidak diperhatikan, nanti
kalau sewaktu-waktu ada hawa dingin wajah wayang itu tentu tumbuh jamurnya
berwarna putih. Menurut ahli wayang dan sungging, wajah wayang yang
diusapkan di pipi atau hidung itu tidak baik. Kalau ada wajah wayang yang
kelihatan tergores padahal akan dikeluarkan di kelir, membersihkannya cukup
diusap dengan sapu tangan yang kering sehingga bisa bersih.
Mengangin-anginkan wayang itu kalau musim hujan banyak hawa dingin
yang baik satengah bulan sekali, syukur bisa sepuluh malam sekali itu lebih baik,
sedangkan kalau musim kemarau bisa dua bulan atau sebulan sekali. Semua
wayang yang rusak terkena jamur atau putus tatahannya itu kalau sudah dirawat
atau diperbaiki akan jadi pulih lagi, lalu dikembalikan ke tempat semula seperti
ketika mengambil tadi. Habis sudah bab cara dalam merawat dan membersihkan
wayang yang terkena jamur serta yang putus atau rusak tatahannya.



D. Susunan Lapisan Eblek
Setelah kotak bersih lalu diberi alas kertas yang tebal atau karton, lalu diberi
laring burung merak atau kapur barus sebagai pengusir hewan merayap. Kalau
sudah baik lalu ditumpangi eblek, eblek adalah alas wayang untuk pembatas agar
wayangnya bisa baik penataannya.
Eblek itu dibuat dari deling tipis dan halus lalu dianyam yang lembut, lalu
dibungkus kain atau mori putih. Itulah yang disebut eblek, alat pembatas untuk
menata wayang. Pemasangan eblek dasar yang paling bawah diatur jangan sampai
tidak seimbang, (bawah atas) agar kalau ditumpuk dengan wayang yang lain
jangan sampai bergeser.
Mulai memasukkan wayang dasar. Yang dimaksud wayang dasar itu seperti
hewan buruan (hewan) setanan, brayut laki-laki perempuan beserta anaknya,
wayang yang jarang dipakai, hanya dipakai kalau akan lakon saja baru mengambil
mana yang dibutuhkan. Adapun wayang yang untuk dasar itu karena tatahannya
gayaman dan catnya awak-awakan, kulitnya kebanyakan tebal. Selain agak mudah
pembuatannya, juga termasuk murah harganya, jadi bila rusak tidak kebanyakan
biaya.
Cara penataannya beradu muka, jangan sampai wajah wayang terkena kotak,
nanti bisa melengkung jadi cacat. Apalagi kalau sampai pada wayang yang
hidungnya kecil, kalau sampai bengkok, patah atau mengelupas catnya, wajahnya
kalau dipandang akan jadi jelek, namanya wayang cacat.

Kalau pegangan hewan buruan kelihatan mengganjal lebih baik diambil saja
dari wayang hewan buruan tadi, tapi jangan sampai dicopot pisah dari wayangnya,
hanya dilepas dari palemahan saja lalu diputar sampai bisa rata menumpuknya,
jangan sampai cembung tengah atau miring, nanti wayangnya bergeser. Kalau
sudah rata penataannya lalu ditumpangi dengan wayang para wanara, seperti kera
kacangan, Subali dan Sugriwa beserta para punggawa. Kera yang kecil-kecil ada
di bawah, yang besar untuk tutup ada di atas. Wayang yang kecil disusun
melintang. Kalau sudah habis wayang buruan dan para wanara dan sudah diatur
dengan baik lalu ditutup dengan eblek No. 2.
Selanjutnya ambil wayang para jawata dan para danawa. Penataannya
dicampur jadi satu eblek tetapi dipilih, para jawata yang kecil-kecil lebih dulu,
lalu danawa yang kecil-kecil. Yang kecil penataannya juga melintang, yang besar
sama besar penataannya lurus. Jadi semua wayang yang kecil penataannya harus
ada di bawah, sedangkan yang besar ada di atas sekalian untuk tutup. Penataannya
lurus beradu muka (aben ajeng), penataannya harus rata jangan sampai anggigir
sapi (tinggi di tengah). Penataannya digeser jangan sampai gapitnya menumpang.
Kalau sudah sampai akhir, eblek akan mengenai kotak lalu ditarik mundur sedikit
lalu ditumpangi wayang lagi jadi beradu muka, begitu seterusnya sampai habis.
Menata wayang tangan depan diletakakkan maju, siku depan ditekuk mundur,
telapak tangan diletakkan di atas cetik, sejajar dengan kaki belakang. Tangan
belakang ditekuk maju sejajar pundak, siku ditekuk agak ke bawah, telapak tangan
diletakan di atas cetik kaki belakang. Pegangan tangan disejajarkan dengan gapit
wayang. Begitu seterusnya untuk semua wayang yang memiliki tanganan.

Kalau sudah habis menata wayang para jawata dan para danawa dan sudah
rata penataannya lalu ditumpuk dengan eblek No. 3, sebagai pembatas. Setelah
itu ganti menata wayang para punggawa patih patihan, patih Jawa dan patih
Sabrangan, putra Ngalengkan, serta para kurawa. Penataannya sama seperti yang
disebutkan di atas tadi, yang kecil diatur melintang, yang besar lurus beradu
muka, kalau sudah selesai lalu ditutup eblek lagi, eblek No.4.
Selanjutnya wayang Dagelan, para Tapa serta Ricikan dijadikan satu. Wayang
ricikan yang penataannya selalu ada di atas itu misalnya prampogan Jawa dan
prampogan Danawa, kereta, Kuda tunggangan, gajah, kayon (gunungan) gapuran,
serta senjata, karena itu adalah wayang yang biasanya dipakai dalam setiap lakon.
sedangkan wayang Dagelan yang biasanya ada yaitu Semar, Gareng, Petruk,
Bagong, Togog, Belung, Jantrik, Jangik, Limbuk, Parekan, Emban, Inya. Para
tapa seperti, Pandita Srambahan, Resi Abyasa, dan Pandita Sepuh.
Kalau sudah selesai penataannya sama seperti tadi, yang paling atas yaitu
prampogan, sekalian untuk tutup. Kalau wayang yang gapitnya prempak,
sebaiknya dilepas dari wayang saja agar jangan sampai mengganjal nanti akan
membuat cembung tidak bisa rata. Kalau sudah selesai lalu ditutup eblek lagi,
eblek No. 5. Itu semua yang dimaksud wayang dudahan, artinya wayang yang
tidak disumping atau ditata di panggung.
Selanjutnya wayang panggungan atau sumpingan. Yang diatur lebih dulu
adalah bagian sumpingan sebelah kiri. Penataannya dimulai dari wayang yang
paling kecil lebih dulu, yaitu Pinten Tansen, Caranggana, Wisanggeni dan
seterusnya. Bagian wayang kecil itu semua diatur melintang, diurutkan menurut

urutan sumpingannya, kalau sudah sampai wayang raden Setyaki berhenti dulu,
lalu ditutupi eblek No. 6 sebagai pembatas. Kalau diteruskan kurang sesuai nanti
terlalu banyak, biasanya mudah mematahkan gapit. Makanya wayang sumpingan
itu sebaiknya penataannya dibagi dua agar wayang bisa rata tidak bergelombang,
lalu ditutup eblek. Mulai wayang raden Setyaki naik diatur dengan lurus dua sap,
dari atas lebih dulu empat buah diatur dengan beradu muka, lalu di bawahnya
ditumpuk dengan empat buah lagi, sama penataannya juga beradu muka. Kalau
wayang semakin besar, penataannya dikurangi menjadi tiga-tiga. Kalau sudah
sampai prabu Dasamuka penataannya lalu mulai dua-dua, karena kalau tiga sudah
tidak cukup tempatnya. Begitu sampai wayang Danawa Raton (Kumbakarna)
ditumpuk paling atas. Itu hanya cukup dua beradu muka danawa Raton neneman
ngore rambut gimbal (gendong). Kalau sudah rata penataannya lalu ditutup eblek.
Sekarang ganti wayang panggungan yang sebelah kanan atau wayang
sumpingan sebelah kanan. Dimulai dari wayang putran bayen atau anal kecil yang
ada paling belakang, lalu dewa Ruci atau Bodanpaksadanu, lalu wayang putren,
artinya wayang wanita; para putri, para bidadari, para prameswari istri ratu,
Sarpakanaka sampai batari Durga. Setelah habis wayang putren lalu para putran,
yaitu raden Nangkula dan Sadewa, Kuntadewa, Suryaputra, Pamadi, sampai prabu
Kresna, Ramawijaya, Sanghyang Guru, lalu diberi batas eblek lebih dulu. semua
wayang tadi penataannya melintang sedangkan yang agak kelebihan dimiringkan
sedikit biar rata. Setelah itu mulai wayang raden Hanoman, penataannya lurus dari
di atas berjajar empat atau tiga menurut besar kecilnya kotak. Penataannya semua
beradu muka, lalu di bawahnya ditumpangi lagi, juga beradu muka dan seterusnya

sampai prabu Tuhuwasesa., Haryasena jadi ratu, lalu gunungan (kayon) diletakkan
paling atas.
Setelah selesai menata wayang, semua wayang sudah masuk kotak, kelir
wayang yang sudah dilipat sesuai dengan bear-kecilnya eblek lalu ditutupkan
sampai rata jangan sampai naik turun, sekalian untuk tutup agar empuk. Setelah
itu baru ditutup eblek yang paling atas. Di dalam eblek diberi kapur barus untuk
mengusir rengat atau rayap. Kalau sudah semua, baru kotak ditutup rapat dan
disimpan. Sedangkan alat tanceban dan tali yang dipakai tadi disimpan dengan
baik lagi, agar jika sewaktu-waktu akan mengangin-anginkan wayang lagi bisa
digunakan lagi.
Untuk wayang satu kotak, biasanya cukup 11 buah eblek, sedikitnya
disediakan 9 buah saja sudah cukup. Menyimpan wayang itu kalau kurang
ebleknya akan merusakkan wayang. Biasanya lalu banyak wayang yang
melengkung tidak bisa rata, juga sering merusakkan gapit. Kotak itu lalu dibawa
ke tempat penyimpanan, diletakkan di atas dingklik lagi. Maka selesailah sudah,
kotak sudah kembali ke tempat penyimpanan lagi.


E. Mustika Bambang Manungkara
1. Mustika Manihara, kesaktiannya kalau digunakan untuk mengusap semua
makhluk hidup maka akan menjadi berlian, kalau yang diusap adalah
sebangsa tumbuhan akan menjadi kencana (emas), tetapi kalau diusapkan
pada bangsa tumitah maka akan jadi arca batu.

2. Minyak musala, dimasukkan dalam cublak, kesaktiannya kalau diusapkan
pada apa saja akan menjadi arca, atau akan mendapat kemalangan.
3. Batu Marcujiwa, kesaktiannya adalah sebagai kehidupan bangsa siluman
(makhluk halus), kalau ada bangsa siluman yang pingsan lalu diusap
dengan batu Marcujiwa maka akan sembuh.
4. Kantong Karumba, kesaktiannya siapa saja yang membawa kantong
tersebut jadi tidak kelihatan, bisa menghilang.
5. Minyak Pranawa, kesaktiannya kalau diusapkan di mata bisa melihat
segala sesuatu yang tidak tampak, kalau diteteskan di telinga jadi
mendengar pembicaraan yang tidak kelihatan, tapi yang tidak diusap
dengan minyak Pranawa tidak akan bisa melihat.
6. Pecut akar Bayura, yang tumbuh di dunia gelap, kesaktiannya kalau ayunayunkan
atau disabetkan pada bangsa siluman, yang kena sabet pasti
kembali jadi manusia.
7. Air akar Bayura, dimasukkan dalam impes seperti tembolok ayam,
kesaktiannya kalau diusapkan di tangan, semua yang dipegang akan jadi
usada (obat) menyembuhkan penyakit.
8. Candu Sakti, jadi kesaktian sebangsa makhluk halus, kesaktiannya bisa
berpindah seketika.
Nama senjata (panah), yang dipakai para perwira unggul ketika jaman purwa
1. Hendrasara, panah yang dipakai raden Lesmanawidagda

2. Harda dadali, yang benar Roda dadali, roda artinya galak, dadali artinya
burung, jadi panah itu berbentuk burung yang galak, makanya dalam
pawayangan digambarkan berbentuk burung terbang, paruhnya setajam
mata panah, dipakai raden Harjuna.
3. Harya Sangkali, yang benar Haryas Sangkali, haryas artinya perhiasan,
Sangkali artinya rantai, jadi mustika panah rantai. Dalam Pustakaraja
disebutkan bahwa panah itu dipakai Raden Harjuna.
4. Saratama atau Sara utama, sara artinya tajam, utama artinya unggul,
maksudnya panah yang sangat tajam, yaitu panah yang dipakai Raden
Harjuna.
5. Mercujiwa, panah yang dipakai raden Janaka
6. Pasopati, panah yang dipakai raden Dananjaya
7. Kunta Druwasa, panah yang dipakai Sang Hadipati Basusena atau sang
Karna. Wijayacapa atau Wijayadanu, biasanya dinamakan panah,
sebenarnya itu bukan panah tetapi nama gandewa yaitu gandewa Kunta
Druwasa tersebut, Hal itu disebutkan dalam layang Pustakaraja.
8. Surawijaya, panah yang dipakai Raden Lesmanawidagda
9. Guwawijaya, panah yang dipakai raden Hindrajit
10. Wimanasara, panah yang dipakai raden Raden Hindrajit
11. Nagapasa, panah yang dipakai raden Hindrajit
12. Kuntabaskara, panah yang dipakai Prabu Danapati
13. Ekaboma, panah yang dipakai Harya Setyaki
14. Narayanagopa, panah yang dipakai Prabu Kresna


15. Cundamani, panah yang dipakai raden Haswatama
16. Bargawarstra, panah yang dipakai raden Werkudara
17. Senjata Barla panah yang dipakai Raden Dursasana
18. Panah Bargawa, panah yang dipakai Ramabargawa, Resi Parasu
19. Panah wulan tumanggil, nama Harjacandra
20. Panah Pangabaran, nama Naracabala, atau panah seribu tanpa gandewa
21. Panah api, bernama Bramastra
22. Panah Garuda, bernama Winanteyastra
23. Panah Bulat, bernama Cakrasaradha
24. Panah Banyu, bernama Sagarahru
25. Lohita artinya berlumur darah atau Lohitamuka artinya bermulut darah,
yaitu Gada yang dipakai raden Hariya Werkudara.
26. Gada Rujakpolo, yang dipakai Harya Setyaki
27. Saratalpa artinya kasur panah, sara artinya panah, talpa artinya kasur, resi
Bisma tidur di atas kasur panah ketika Baratayuda, terkena senjata
pamungkas, tubuhnya sampai berlumur darah.
Arti senjata dibya menurut Serat ‘Babading Pandawa’. Yang disebut senjata
Dibya pemberian Jawata, yang sering disebutkan dalam dalam serat orang Hindu
itu kira-kira hanya berupa daya atau kekuatannya yang bisa mendatangkan apa
yang diinginkan oleh pemiliknya seperti Kapusti saat marah atau saat redanya.
Jadi tidak berupa seperti senjata misalnya panah, keris, pedang dan sebagainya.
Senjata tadi juga bisa diberikan atau dipinjamkan pada orang lain, artinya yang
diberi atau dipinjami diajari cara memakainya atau diberi tahu mantrannya agar
bisa digunakan seperti keinginannya.
Senjata Brahma juga dinamakan Brahmastra itu yang paling sakti,
digambarkan berbentuk panah-panah yang melihat keluar dari gandewanya,
terkadang panah-panah tadi kalau sudah dilepaskan bisa kembali sendiri ke
tempatnya.
Senjata Dibya itu meskipun lebih besar kesaktiannya, sebenarnya tidak
terlalu berguna bagi yang mempunyai karena sangat dilarang digunakan di dunia,
yang kedua, keluarnya hanya untuk meramaikan perang saja, supaya tambah
menakutkan. Jadi bukan senjata pamungkas, kadang-kadang senjata dibya
digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Tapi yang lumrah senjata itu adalah
untuk memusnahkan musuh. Selain dari itu, misalnya senjata Dibya benar-benar
memiliki pangaribawa seperti yang diceritakan dalam serat-serat kuna, di dunia ini
tidak ada peperangan sebab siapa yang lebih dulu melepaskan senjata Dibya bisa
memberantas musuh berjuta-juta. Sanghyang Narada memerintahkan sang
Harjuna, semua senjata pemberian Jawata tidak boleh digunakan untuk seharihari,
untuk sehari-hari cukup senjata yang biasa saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar