Minggu, 18 Agustus 2013

BENTUK WAYANG PURWA

A. Gambaran Tentang Watak
Wayang kulit purwa itu menunjukkan gambaran tentang watak jiwa
manusia. Karena kepiawaian para linangkung di jaman kuna dalam mengotakatiknya
sehingga bisa menunjukkan bentuk yang melebihi pikiran kita, kalau
dilihat akan sangat terasa dalam hati.
Coba kalau akan membuktikan, lihatlah salah satu wayang purwa,
misalnya Janaka atau Gatutkaca, maka tidak akan mirip dengan bentuk corak
manusia. Mulai kepala sampai kaki semua serba panjang, ada yang pantatnya
bulat atau lonjong. Kalau dicat wajah wayang ada yang hitam, merah, merah
muda, putih, biru telur bebek, kuning brom atau prada. Kalau dirasa-rasakan
seperti memakai topeng (kedok). Badan dan wajahnya yang sama dengan yang
tidak sama hampir separuh. Tapi kok kelihatan bagus, bisa kelihatan hidup sampai
dan mempunyai jatmika, seperti mempunyai jiwa.
Dibuat oleh kagum adalah dalam membuat bentuk wayang lalu menjadi
mudah dimengerti oleh setiap orang sampai semua merasa senang. Coba kalau
melihat wayang Kresna, Janaka, Gatutkaca, Werkudara, serta dagelannya Semar,
Gareng, Petruk, kalau wayang keluar dlam lakon apa saja, kalau sedang mendapat
kesusahan para pamirsa juga akan ikut merasa susah, sedangkan kalau sedang
mendapat kemuliaan atau mendapat kanugrahan, para pamirsa akan ikut senang,
rasanya para pamirsa semua ikut mendapat kemuliaan dan keberuntungan. Sampai
begitu dalam masuk ke dalam hati sanubari manusia. Jadi sudah jelas kalau
wayang itu tidak menggambarkan bentuk belaka, di sana hanya menunjukkan
watak tinggi rindahnya budi, yang kasar serta yang halus.
Awal mula wayang kulit bisa jadi bentuk yang indah itu ketika jaman para
wali di Demak, ketika jaman itu sedang gencar-gencarnya agama Islam. Padahal
semua orang yang telah masuk agama Islam itu kalau melihat bentuk berwujud
orang apalagi dipasang untuk keindahan atau disimpan, itu menurut orang
beragama tidak boleh, itu diharamkan. Tontonan wayang itu bagi bangsa Jawa
sudah sangat tertanam sampai ambalung sungsum masuk ke dalam hati, lagipula
tontonan itu bisa untuk alat pendidikan atau penerangan (propaganda) pada rakyat
agar bisa menerima ajaran dan tuntunan yang baik sesuai yang dibutuhkan.
Karena kepandaian para Wali dan para Linangkung di jaman kuna, di
setiap tahun diganti-ganti bentuknya sampai baik sehingga bisa sempurna bentuk
wayang purwa itu sampai bisa hilang sifat manusianya, jadi bisa berujud sampai
sekarang ini. Pada jaman Majapait, wayang purwa bentuknya seperti wayang kulit
di Bali, mengambil gambar bentuk relief di Candi Panataran yang ada di Blitar
(Kediri). Wayang purwa nantinya setelah sempurna pangarang serta
pembuatannya, sudah tidak bisa diubah bentuknya lagi karena namanya sudah
sempurna, artinya sudah tetap pembuatannya.
Kalau kurang percaya cobalah membuktikan sendiri, coba diubah
bentuknya atau badannya, atau kedua-duanya sekalian, bisa memilih sesukanya
mana yang disenangi. Misalnya yang diganti pakaiannya dengan cara orang
sekarang, misalnya Gatutkaca diberi kupluk atau topi pet, memakai celana
(pantalon) dan memakai keris, nanti kalau sudah jadi bentuknya akan jadi
kelihatan lucu. Hanya Dagelan yang bisa luwes digonta-ganti, sedangkan yang
lainnya semua kelihatan kaku.
Misalnya yang diganti adalah Harjuna, wajahnya diganti dengan topeng
miring, jadi hidungnya kelihatan dekat seperti orang tapi leher, pundak dan
tangannya masih kelihatan panjang, nanti akan kelihatan semakin lucu. Kalau
tangan dan pundak belakang tidak dibuat serba panjang tidak enak untuk sabetan,
kalau dibuat serba pendek seperti bentuk manusia miring, tidak bisa dipakai
sabetan, kelihatan kaku tidak bisa lincah.
Jadi sudah jelas barang yang sudah sempurna pembuatannya itu kalau
diubah-ubah malah jadi bubrah, sudah seperti itu itu bentuk wayang purwa sampai
turun-temurun anak cucu kita semua sampai akhir jaman nanti. Kalau ingin
membuat wayang yang berbeda bentuknya jangan merubah bentuk wayang purwa
yang sudah baik dan sudah sempurna pembuatannya tadi, nanti ditertawai orang
banyak dan disebut orang royal, hanya menuruti keinginannya sendiri.
Semua wayang karangan baru itu bisa eksis hanya sesaat saja, setelah
seelsai tidak bisa diceritakan lagi. Begitulah bedanya dengan buatan para
linangkung di jaman kuna. Kalau akan membuat wayang sesuai dengan keadaan
jaman saja, menurut suasana yang sedang terjadi sebaiknya membuat bentuk
sendiri, jangan mengubah barang kuna yang sudah jadi. Lebih baik dibuat
gambaran manusia saja, digambar miring semua, jadi nanti seperti wujud orang.
Kalau dilihat jelas berbeda, tidak akan kacau menamainya. Jadi tidak mengubah
barang yang sudah jadi, yang sudah sempurna tadi. Wayang itu lalu bisa
dinamakan wayang perjuangan, untuk cerita babad perjuangan atau wayang Suluh
untuk penerangan.
B. Macam-macam Wayang
Macam-macam wayang di Surakarta seperti yang ada di bawah ini.
Wayang purwa, menurut cerita serat yang dibuat sejak Prabu Jayabaya
narendra di Kadiri, masih berbentuk ron tal (daun tal), yang dibuat dan digambar
dengan kalam, dimasukkan dalam kandaga (bokor besar). Setiap hari digunakan
sang prabu untuk menceritakan kisah para leluhur pada jaman perang Baratayuda,
para Pandawa melawan Kurawa, perang sesama saudara. Wayang Gedog,
mengambil dari kata kedok (topeng), dipakai untuk menamai wayang yang dibuat
oleh kanjeng Sunan Giri. Itu digunakan untuk menceritakan para ratu Jenggala
sampai di negara Pajajaran habis.
Wayang Madiya, dibuat oleh adalah Kanjeng Gusti Mangkunagara yang
ke IV di Surakarta, untuk menceritakan kisah para ratu setelah perang Baratayuda.
Yaitu jaman Prabu Gendrayana sampai negara Jenggala habis. Wayang Klitik atau
wayang Krucil, klitik artinya kalotakan (mengeluarkan bunyi kayu beradu).
Wayang tersebut dibuat dari kayu krucil mempunyai arti kecil bentuknya, dibuat
oleh Kanjeng Sunan Kudus, jumlahnya hanya 70 buah untuk cerita lakon babad
Pajajaran sampai Majapahit terakhir. Sunan Kudus juga membuat wayang Golek,
dibuat dari kayu diberi badan seperti manusia, jumlahnya juga hanya 70 buah.
Kebanyakan di Cepu dan Bojonagoro dengan memakai cerita lakon menak babad
tanah Arab, misalnya orang Agung Menak dan Marmaya dan seterusnya. Di Jawa
barat juga banyak wayang golek, tapi didandani seperti wayang orang (wayang
orang), untuk cerita lakon jaman purwa. Dagelannya Petruk diganti namannya
menjadi Cepot, kebanyakan terdapat di tanah Priyangan Bandung.
Wayang Dupara, dibuat oleh Danuatmajan juga orang di Solo. Sekarang
wayang diambil di Musium Radyapustaka juga di Solo. Itu wayang untuk cerita
jaman para ratu di Demak sampai di Mataram habis. Wayang Jawa dibuat oleh
Dutadiprajan juga orang Solo. Wayang itu juga untuk cerita babad Demak sampai
Mataram habis, tapi juga dipakai untuk cerita lakon Menak babad negara Arab.
Wayang Menak, dibuat oleh bapak Trunadipa, kyai dukun di kampung Baturana
juga di Solo. Wayang itu hanya untuk cerita Menak anak sampai lakat habis.
Wayangnya ada 350 buah.
Wayang kancil, dibuat oleh orang Tionghoa bernama Bah Bo Liem, ketika
tahun 1925. Wayang kancil digunakan untuk menceritakan kisah dongeng hewan.
Itu baik bagi anak-anak untuk memberi pendidikan dengan cerita dongeng hewan.
Kalau untuk orang tua dongengnya memakai cerita Kancil Krida Martana, isinya
ilmu tentang hidup. Wayang kancil itu sangat bagus banyak leluconnya, itu kalau
dalangnya bisa menjalankannya. Kalau dalangnya belum bisa, artinya belum
pernah melihat dan mempelajari cara-caranya lalu dipaksa saja memainkan
dengan caranya sendiri, biasanya lalu kelihatan tidak bagus karena wayangnya
tanpa tangan, kalau belum bisa akan kelihatan kaku.
Wayang perjuangan, dibuat oleh R.M. Sayid, pada tahun 1944. dinamakan
wayang Sandiwara untuk cerita dongeng yang mengandung ajaran yang baik.
Misalnya cerita dongeng Isin Ngaku Bapa (Malu mengaku Bapak) dan seterusnya.
Setelah tahun 1945 lalu diganti namanya menjadi wayang perjuangan untuk
memperingati jaman perjuangan, jaman Proklamasi kemerdekaan negara kita
Indonesia. Lalu dipakai untuk cerita babad Indonesia mulai jaman penjajahan
Belanda 350 tahun, jaman Jepang 3½ tahun, sampai sekarang.
Sebagian ada yang menyebutnya wayang Suluh karena bentuknya hampir
sama, memang sangat mirip. Bedanya wayang Suluh itu yang memainkan hanya
para pegawai jawatan penerangan saja karena hanya ditujukan untuk alat memberi
penyuluhan kepada rakyat agar mengerti kejadian di dalam negara. Wayang
kancil dan wayang perjuangan lalu dijadikan satu kotak, jumlahnya semua ada
200 buah.
Wayang Purwa itu ketika masih jaman Prabu Jayabaya di Kediri,
bentuknya mengambil pola gambaran relief candi Panataran di dekat Blitar.
Digambar miring di daun tal, yang digunakan untuk itutkisnya adalah tulang daun
aren yang diruncingkan, kalau daun itu sudah kering coretannya akan kelihatan
jelas, begitu sampai sampai jaman Majapahit. Setelah jaman Majapahit lalu
digambar lagi di kertas dialasi dengan kain, digambar satu adegan menurut
lakonnya. Jika sudah satu lakon lalu digulung dan diberi warna. Juru sunggingnya
adalah putranya sendiri bernama raden Sungging Prabangkara, lalu dinamakan
wayang beber. Caya memainkannya yaitu digelar ditancapkan pada pohon pisang
atau deling yang didiberi lubang. Gambar yang digulung itu di kiri kanannya
diberi kayu untuk merentangkannya, panjangnya kira-kira satu depa. Kalau sudah
digelar, Kyai dalang lalu bercerita menurut isi lakon gambar itu. Tapi wayang itu
tidak bisa dipegang karena menempel jadi satu berbentuk gambar, hanya dilihat
saja sambil bercerita, begitu cara memainkan wayang beber pada jaman itu.
Setelah sampai jaman Demak keislaman, bentuk wayang diganti corak
miring serba panjang, sampai hilang bentuk manusianya, hanya tinggal berbentuk
gambar seperti berbentuk manusia. Yang pertama membuat seperti itu adalah Jeng
Sunan Giri. Lalu yang jadi pemimpin wayang adalah Batara Guru diberi sebutan
Girinata, mempunyai maksud Sunan Giri yang nata. Begitu banyak orang yang
mempunyai keinginan untuk mengotak-atik pengetahuan tentang wayang tadi.
Makanya wayang itu bisa jadi barang yang indah, baik dan sangat sesuai untuk
suguhan dalam pertemuan atau untuk pameran. Terlebih lagi kalau dalangnya
memiliki wawasan yang luas, para pamirsa akan merasa mendapatkan ilmu yang
diinginkan, rasanya seperti memasuki sebuah jaman baru. Wayang menurut
tulisan tuan Dr. G. A. J. Hazeu, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh R.
M. Mangkudimedja.
C. Wayang Kulit di Jaman Islam
Pada mulanya wayang yang dibuat dari kulit kerbau adalah ketika
bertahtanya Raden Patah menjadi Sultan Demak pada tahun Jawa 1437 – pada
awalnya bentuk wayang purwa itu seperti wujud manusia, yang digunakan sebagai
contoh adalah gambar relief candi Panataran. Karena dalam agama Islam dilarang
(haram), padahal sang sultan suka sekali pada wayang, makanya para wali lalu
membantu membuat bentuk wayang kulit purwa tadi. Pada waktu itu wayang kulit
belum diukir bagian dalamnya, hanya dihaluskan di bagian luarnya saja. Tangan
wayang masih irisan (kalau sekarang disebut kapangan). Setelah itu lalu diberi cat
dasar dengan tumbukan tulang dicampur dengan ancur agar kelihatan putih, lalu
diberi cat hitam. Yang dipakai adalah warna hitam dari asap jadi lampu baru
berbentuk putih digambari dengan warna hitam lalu diberi tangkai untuk
menancapkan di gadebog atau pada kayu yang diberi lubang.
Wayang yang dibuat miring mengambil bentuk bayangan manusia. Setelah
berbentuk jadi, wayang kelihatan menjadi serba panjang sampai hilang sifat
manusianya. Wayang purwa mulai dibuat dengan wajah, yaitu mulai dengan
mata, telinga, mulut, ketika bertahtanya Raden Trenggana yang bergelar Kanjeng
Sultan Sah Ngalam Akbar yang ke III di Demak ketika tahun Jawa 1477.
Yang memberi perhiasan wayang seperti kelat bau, gelang, karoncong,
anting-anting, badong, jamang, gelung atau ngore, dengan praba serta perhiasan
wayang dengan diwarnai emas, serta pakem lakon wayang serta suluknya. Yang
menambahi adalah Hyang sinuwun Ratu Tunggul di Giri ketika mewakili kraton
Demak, pada tahun Jawa 1478. Mulainya wayang purwa atau wayang kulit purwa
dipahat dengan gayaman ketika Raden Jakatingkir menjadi Sultan di Pajang
bergelar Sultan Hadiwijaya, wayang sudah berpakaian dan hiasan lengkap atau
diatur dengan gayaman tapi tangannya masih irasan, pada tahun Jawa 1505.
Yang menambahi alat memainkan wayang kulit dengan kelir, gedebog
serta blencong itu adalah Kanjeng Sunan Kalijaga.Yang menambah dengan
wayang kera (wanara) adalah Sunan Giri. Yang menambah dengan wayang
ricikan, gajah, kuda, serta prajurit prampokan adalah Sunan Benang.
Kanjeng Sultan Demak (Raden Patah), wayang kayon (Gunungan)
ditancapkan di tengah kelir serta sebagai alat untuk memenggal cerita dan untuk
mengatur sumpingan wayang agar bisa baik enak untuk ditonton. Awal mula
wayang purwa dipahat dengan gempuran, dipahat rambutnya serta dodot kainnya
serta awalnya wayang diberi wanda tapi tangannya masih irasan, yang membuat
adalah kanjeng Panembahan Senapati Ngalaga di Mataram, ketika tahun Jawa
1541.
Awalnya wayang purwa lengannya di-sopak bau dengan cara dikancing
dengan gegel tulang bahu lengan depan belakang, sedangkan para danawa tangan
yang belakang masih irasan, juga wayang Batara Guru sampai sampai sekarang
masih dibuat irasan untuk mengingat buatan Mataram yang pertama kali. Awalnya
ada wayang danawa kedua tangannya di-sopak bau lengan depan belakang itu
yang membuat adalah sinuhun Kanjeng Susuhunan Prabu Hanyakrawati yang
meninggal di Krapyak ketika tahun 1552, yang membuat danawa Panyareng
(Cakil) untuk titimangsa candra sangkala memet Tangan jaksa tinata manusia,
yaitu tahun Jawa 1552.
Hubungan wayang kulit dengan candrasangkala memet adalah menjadi
peringatan titimangsa tahun Jawa ketika membuat dan menambahi bentuk wayang
purwa. Itu diambil dari tulisan peringatan ketika para Nata tanah Jawa ingin
membuat bentuk wayang purwa agar luwes, baik serta lincah jika dimainkan.
D. Candra Sangkala Memet
Ini adalah petikan dari serat asal usul wayang purwa.
1. Wayang Batara Guru dibuat oleh Senapati Mataram yang pertama, setelah
selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala. Dewa dadi
ngecis bumi, ini menunjukkan candrasangkala tahun Jawa 1541 – jadi
sekarang sudah ada 1888 – 1541 = 347 tahun. Atau Ywang Guru dadi
ngecis bumi.
2. Wayang Buta Panyareng (Cakil) dibuat oleh Kanjeng Susuhunan
Anyakrawati seda Krapyak. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu
diberi candra sangkala Tangan yaksa satataning janma, menunjukkan
candrasengkala tahun 1552 – jadi sekarang sudah ada 1888 kapendet 1552
= 336 tahun.
3. Wayang Buta Rambutgeni bernama kala Dahdalambuat oleh Sinuhun
Sultan Agung Hanyakrakusuma di Mataram. Setelah selesai dalam
membuat wayang lalu diberi candra sangkala, urubing wayang gumuling
tunggal, menunjukkan candrasangkala tahun 1563 – jadi sekarang sudah
ada 1888 – 1563 = 325.
4. Wayang Batara Guru mengendarai sapi, memakai dodod dengan celana
tanpa slendang, membawa cis, yang membuat Kanjeng Susuhunan
Mangkurat. setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra
sangkala Hestining pandita marganing dewa, menunjukkan tahun 1578,
jadi sekarang sudah ada 1888 – 1578 = 310 tahun.
5. Wayang Buta Endog, buta Prepatan, dibuat oleh kanjeng Susuhunan
Mangkurat di Kartasura. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu
diberi candra sangkala, buta sirna wayanging janma, menunjukkan tahun
Jawa 1605, jadi sekarang sudah ada 1888 – 1605 = 283 tahun.
6. Wayang Batari Durga bermata satu serta memegang bendera yang
berkibar, dibuat oleh kanjeng Susuhunan Mangkurat pertama di Kartasura.
Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala warna
ngasta benderaning dewa, yang menunjukkan candrasengkala tahun 1621
– jadi sekarang sudah ada 1888 – 1625 = 267 tahun.
7. Wayang danawa perempuan Kenyawandu, dibuat oleh Kangjeng Pangeran
Hadipati Puger di Kartasura. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu
diberi candra sangkala, buta nembah rarasing nata, menunjukkan
candrasangkala tahun 1625 – jadi sekarang sudah ada 1888 – 1625 sudah
ada 263 tahun.
8. Wayang danawa Congklok, yang dimaksud adalah Buta Terong, dibuat
oleh Kangjeng Susuhunan P.B. yang ke II di Kartasura. Setelah selesai
dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala buta lima mangsa
manusia, menunjukkan candrasangkala tahun 1655 – jadi sekarang sudah
ada 1888 – 1655 sudah ada 233 tahun.
Ada lagi candrasangkala Buta Rambut Geni yang dinamakan Jalu buta
tinata ing ratu, tahun 1553 – karena buta Rambut Geni itu tangan dan kakinya
diberi jalu (taji). Ada lagi candrasangkala buta Alasan memegang badana hanya
memakai cawat saja (artinya tanpa badan) menunjukkan candrasangkala wayang
buta ing wana tunggal, tahun 1556.
Ada lagi candrasangkala Batari Durga memakai baju dan sepatu memakai
keris yang dirambati oleh tumbuh-tumbuhan di hutan, candrasangkala Wayang
misik rasaning bidadari, tahun 1965 – dibuat oleh P.B. yang ke II. Ada lagi R.M.
Sayid, juga membuat candrasangkala memet berbentuk gambar wajah wayang
satu kotak dibuat jadi satu berwujud satu gambar. Ini berbeda candrasangkala tapi
suryasangkala artinya tahun masehi, dinamakan obahing tatanan gambar kang
urip, menunjukkan tahun suryasangkala 1956 – yaitu tahun masehi. Itu
menggambarkan berbagai macam kebangsaan yang memiliki satu tekad, seperti
ada yang memerintah lalu berkumpul jadi satu, mari bergotong royong, hidup
rukun di dunia supaya tentram (Persatuan bangsa dapat mencapai perdamaian
dunia). Itulah maksud dari gambar wajah wayang purwa tadi.
E. Golongan-Golongan Bentuk Wayang
Wayang Bokongan
Yang dimaksud wayang bokongan itu wayang yang bentuk pantat dibuat
bulat atau lonjong seperti misalnya Harjuna, Kresna, pantatnya bulat. Kalau
Yudistira dan Drupada pantatnya lonjong.
Wayang Jangkahan
Wayang jangkahan itu ada dua macam, yaitu jangkah wiyar dan jangkah
ciyut. Jangkah wiyar misalnya Gatutkaca, Baladewa, kalau Ongkawijaya dan
Bambangan termasuk jangkah ciyut.
Wayang Dugangan dan Bapangan
Wayang dugangan dan bapangan itu kebanyakan adalah gecul serta gusen,
seperti Pragota, Dursasana, patih Juwalgita, Durmagati, dan seterusnya sejenis
wayang gecul.
Wayang brongsong
Wayang brongsong adalah semua wayang yang wajahnya diwarnai prada
atau dibrom.
Wayang Gendong
Wayang yang rambutnya terurai sampai di punggung, itu yang dimaksud
wayang gendong.
Wayang sampir
Wayang yang memakai slendangan disebut wayang sampir.
Wayang Lanyapan
Wayang lanyapan adalah semua wayang yang nglangak/andangak
(menengadahkan kepala) seperti Samba, Narayana dan sebagainya.
Wayang Longok
Wayang longok seperti Nangkula, Sahadewa, Kresna, semua wayang yang
tidak begitu mendo’ak, itulah yang dimaksud wayang longok.
Wayang Luruh
Wayang luruh adalah semua wayang yang menunduk (tumungkul) seperti
Harjuna, Yudistira, Ongkawijaya dan semua wayang yang menunduk dinamakan
wayang luruh.
Wayang Oyi
Wayang estren (wanita) luruh disebut Oyi.
Wayang Endel
Estren lanyapan disebut Endel.
Wayang Gusen
Wayang gusen, yaitu wayang yang kelihatan gusi dan taringnya.
F. Tentang Mata Wayang
Mata Wayang itu ada tujuh macam:
1. Mata nggabah
Seperti Harjuna, Kresna, Karna, itu matanya gabahan, bentuk mata seperti
gabah (butir padi)
2. Mata kadelen seperti Baladewa, Setyaki, patih Hudawa, bentuk mata
seperti kedelai.
3. Mata kadondongan seperti Kartawarna, Sengkuni, emban Kenyawandu,
bentuk matanya seperti buah kedondong.
4. Mata pananggalan seperti buta Cakil, Batara Narada, Pandita Durna,
bentuk matanya seperti rembulan tanggal satu.
5. Mata kelipan, seperti buta Alasan, Semar, Buta Galiyuk, matanya kelihatan
hanya bulat separuh.
6. Mata telengan, seperti Gatotkaca, Gandamana, Werkudara, Duryudana,
bentuk mata bulat tidak kelihatan kelopaknya.
7. Mata plelengan, seperti Buta Raton, sejenis buta yang kelihatan bulat
matanya, Burisrawa, Hindrajit, bentuk mata bulat kelihatan kelopaknya.
Kalau Togog, Bagong, matanya bernama plolon (artinya mlolo, melotot)
kelihatan bulat besar.
Bedahan Mata Ada Tiga macam:
1. Jaitan
2. Blarak Ngirit
3. Brebes
Bentuk Mata
Bentuk mata itu bisa untuk mengetahui watak wayang.
1. Misalnya wayang yang matanya gabahan luruh seperti Janaka, Bambangan
dan sebagainya, tingkah lakunya halus, tajam, tangguh trampil dalam
berperang.
2. Wayang lanyapan mata gabahan seperti Narayana, Narasoma, Hadipati
Karna dan sebagainya perilakunya tangguh, trengginas, tangkas dalam
perang.
3. Yang matanya kadelen seperti Baladewa, Setyaki, Seta, dan sebagainya
perilakunya tangguh, trengginas.
4. Yang bermata kadondongan seperti Citraksa, Citraksi, Kartawarma dan
sebagainya tindakannya lincah tapi sering berbuat tidak baik.
5. Yang matanya telengan seperti Harya Sena, Antareja, Gatutkaca,
Gandamana perilakunya tangguh, kalau marah menakutkan, kalau sedang
marah sangat berbahaya.
6. Sedangkan wayang bapangan dugangan mempunyai watak sendiri seperti
Dursasana, Pragota, Burisrawa, Darmagati, dan sejenisnya perilakunya suka
memaksa, senangnya gegeculan dan sembrana.
7. Wayang sejenis buta, wataknya menakutkan seperti polah tingkah macan,
mengaum-aum, menubruk kesana-kemari, berani tapi kurang perhitungan.
Wayang Budren
Wayang budren itu wayang yang wajahnya diukir dengan corak modangan
yang menunjukkan corak gambar bulu tubuh atau kumis kelihatan bagus. Wayang
budren itu wajahnya pasti hitam, bentuk hidungnya bentulan, seperti: Gatutkaca,
Bima muda dan tua, Druyudana, Jayadrata, Gandamana, Antasena, Antareja, dan
sebagainya. Wayang budren yang ada hanya di Surakarta, selain wayang
Surakarta hanya diberi kumis dengan cat merah saja.
Wayang Rapekan
Wayang rapekan kebanyakan adalah sebangsa patih dan punggawa seperti
Patih Hudawa, Patih Sangkuni, buta Cakil, buta Pragalba, ada lagi para ratu
sabrangan yang rapekan. Kalau wayangnya lengkap maka ditambah dengan para
Pandawa rapekan sebagai persiapan untuk lakon Cakranagara.
Wayang Bajujag
Wayang bajujag adalah wayang yang tidak bisa diatur besar kecilnya.
Pembuatannya tidak memakai pola, kebanyakan dikumpulkan satu dua, mencicil
dari sedikit asal berwujud wayang, jadi wayangnya campuran sehingga kelihatan
berbeda-beda, hanya mencari sedapatnya asal bisa lengkap. Jadi kalau diatur atau
disumping kelihatan naik turun tidak bisa urut bahunya mulai dari sumpingan
depan sampai belakang, atau palemahanya juga tidak bisa urut.
Wayang Ribig
Kalau wayang ribig berkebalikan dengan wayang bajujag. Wayang ribig
itu wayang yang baik urut, kalau disumping tidak kelihatan naik turun, bisa bagus
urutannya, pundak dan palemahannya.
Wayang Murgan
Ada lagi wayang murgan, aarti mengambil dari kata mirunggan, jadi aarti
wayang tambahan, berbeda wayang yang baku, atau wayang susulan perlu untuk
sambutan, dimaksud wayang murgan.
Wayang Kanteb
Wayang kanteb, semua wayang yang kasutangen artinya kakinya
kepanjangan kurang sesuai dengan badannya.
Wayang Jujudan
Wayang jujudan, semua wayang yang ditambahi ukurannya, jadi lebih
besar dari polanya.
G. Bentuk Hidung Wayang
1. Hidung bentuk Wali Miring, bentuk hidungnya seperti pangot kecil alat
untuk mengukir warangka keris, misalnya wayang Bambangan Janaka,
Kresna, Samba dan lainnya.
2. Hidung bentuk bentulan, bentuk hidungnya seperti pangot kecil, misalnya
Gatutkaca, Gandamana, Werkudara, dan sebagainya
3. Hidung pangotan, bentuknya hidungnya seperti sedangkan pangot,
misalnya Boma, Kangsa, Hindrajit semua yang gusen dan sebagainya.
4. Hidung palokan, bentuk hidungnya seperti isi mangga, misalnya Buta
Raton, Pragalba yang pasti adalah jenis buta.
5. Hidung Bruton, bentuk hidungnya seperti brutu (pantat ayam), misalnya
Bagong, Tumenggung Jolowok, Batara Patuk.
6. Hidung Sumpel, bentuk hidungnya kelihatan menyumpal misalnya Semar,
Limbuk.
7. Hidung Terong Glatik, bentuk hidungnya seperti terong glatik bulat,
misalnya Gareng.
8. Hidung Cempaluk, bentuk hidungnya seperti buah asam yang masih muda,
misalnya Petruk.
9. Hidung Terong Kopek, bentuk hidungnya seperti buha terong, misalnya
Buta Congklok, sampai dinamai Buta Terong karena terbawa bentuk
hidungnya yang seperti buah terong kopek.
10. Hidung pisekan, bentuk hidung kelihatan pesek, misalnya, Togog, Belung,
serta sebangsa Kera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar