Minggu, 18 Agustus 2013

DALANG SEBAGAI GURU MASYARAKAT -3

F. Aji Darma Batara Surya

Dewi Kunti memiliki Aji Darma pemberian Batara Surya. Aji tersebut
kalau dipakai bisa mendatangkan para Dewa yang ada. Dewi Prita putranya
empat, yang tertua bernama raden Suryaputra, ketika akan mengandung, yang
tercipta Batara Surya, maka putranya diberi nama Suryaputra, artinya putra Batara
Surya. Setelah mengandung lagi yang kedua, yang tercipta Batara Darma, maka
setelah lahir diberi nama Darmaputra, artinya putra Batara Darma. Setelah
mengandung lagi yang ketiga, yang tercipta Batara Bayu, maka setelah lahir diberi
nama Bayuputra, artinya putra Batara Bayu. Pada kehamilan yang ke empat, yang
tercipta Batara Hendra, maka putranya yang bungsu diberi nama Hendratanaya,
artinya putra Batara Hendra. Jadi keempat putra tersebut adalah putra dewa-dewa
di Suralaya, jadi besar kekuasaannya. Hendratanaya atau raden Harjuna itu
sebenarnya putra raja dari para dewa, yang bernama Batara Hendra di Suralaya.
Maka ketika akan menikah, keinginan Nata di Dwarawati, yaitu bebana
sebagai sarana upacara panganten yang berbentuk apa saja, yang berasal dari
Suralaya, langsung disanggupi, seperti gamelan Lokononto yang ditabuh para
dewa, bergema di langit, kayu kalpu dewadaru jayadaru, memainkan wayang
diiringi para Bidadari serta seserahan Kerbau Danu berjumlah empat puluh, semua
itu dapat dilaksanakan dengan mudah.
Sang eyang adalah seorang pandita yang waskita sidik ing paningal, sudah
bisa melihat asal mula kejadian dan apa yang akan terjadi. Makanya ia segera
memerintahkan cucunya Raden Harjuna, untuk menghadap ke Kayangan
Cakrakembang untuk meminjam upacara keprabon Kahendran, serta semua
pakaian yang akan dipakai temanten. Sanghyang Hendra setelah mendengar penuturan kakaknya, Batara Kumajaya, kalau sang putra Harjuna akan menikah
dengan putri Dwarawati yaitu Rara Ireng (Bratajaya) dan meminjam upcara
keprabon, maka segera diberikan karena yang meminta itu adalah sang putra
sendiri.
Akhirnya Sang Parta bisa terlaksana menikah dengan putri Dwarawati,
dewi Wara Sumbadra yang merupakan sepupu tua karena dewi Wara Sumbadra
itu putra Prabu Basudewa di Mandura. Harjuna putra dewi Kunti, dewi Kunti itu
adik Prabu Basudewa.
Bebana Bumi yang memberi adalah paman sendiri, yaitu prabu Bisawarna
dan juga paman dewi Jembawati, istri tua Prabu Kresna di Dwarawati. Bebana
yang dari Kahendran, yang memberikan adalah ayahnya sendiri, karena raden
Hendratanaya atau sang Harjuna itu adalah putra Batara Hendra dengan Dewi
Kunti.
Apalagi Harjuna dan Sembadra itu masih sama-sama titisan dewa, Janaka
itu titisan Batara Wisnu, Batara Wisnu itu prajurit dewa yang kesaktiannya tinggi
tanpa tanding. Dewi Sumbadra titisan Batari Sri Widawati, bidadari di Suralaya.
Makanya sudah pasti kalau Wara Sumbadra itu jadi jodoh sang Harjuna.
Begitulah jika sudah bisa mencari dan mengurutkan, akhirnya bertemu dengan
turunan sendiri, sudah jadi maklum dan tidak mengherankan.
 
G. Pustakaraja Purwa
Raden Kakrasana ketika datang ke Hargasonya lalu kedatangan Hyang
Brahma, diberi wisik aji balarama yang memiliki daya kekuatan tidak merasa lesulupa lapar serta tidak kelelahan selamanya, semua wisik sudah bisa diterima
dalam hatinya. Ia lalu diberi senjata berupa angkus yang mempunyai daya
kekuatan dan diberi senjata alagadara. Alagadara itu berupa bajak yang
menandakan kemakmuran, makanya Prabu Baladewa jadi ratu para petani.
Angkus memiliki daya kekuatan, kekuatannya menyamai gajah ada di
telapak tangan kanan. Kalau sedang digunakan, tangannya lalu terasa berat,
telapak tangannya panas seperti keluar apinya. Makanya Harya Kangsa setelah
ditampar mukanya langsung pecah kepalanya, lalu mati seketika. Senjata
nanggala, bentuknya seperti tombak, seperti gretel cis tapi kecil dan tangkainya
lebih pendek, kalau sekarang seperti stok Komando. Raden Narayana ketika
berguru pada Resi Padmanaba di Padepokan Nguntarayana, Pandita keturunan
Batara Wisnu, adalah seorang pandita yang tinggi ilmunya.
Raden Narayana atau raden Kresna masih putra Narendra, yaitu seorang
pemuda yang hitam mulus perawakannya. Sanghyang Wisnu memberi nasehat
kepada Raden Kresna supaya bisa triwikrama menjadi Kalamercu, buta besar
yang menakutkan dan sangat besar. Pesannya agar menghindari hal-hal tersebut di
bawah ini. Tidak boleh makan segala sesuatu yang tumbuh di bumi. Tidak boleh
memakai busana dari sesuatu yang tumbuh di bumi. Tidak boleh tinggal atau
mnegambil segala sesuatu yang tumbuh di bumi. Kalau bisa mencegah selamanya
maka akan kuat untuk menerima aji balasrewu yang bisa membuat triwikrama.
Lalu diberi sekar Wijayakusuma, kegunaannya adalah bisa menghidupkan
orang mati yang belum sampai waktunya, namun kalau sudah kepastian dari
Pangeran tetap tidak bisa hidup lagi. Diberi senjata Cakra, yaitu Cakra kang bisa mengeluarkan bermacam-macam pangabaran. Diberi senjata Narayanagopa, bisa
mendatangkan pasukan makhluk halus satu juta banyaknya. Setelah ketiga macam
pusaka itu sudah diterima, lalu diletakkan pada tempatnya sendiri-sendiri. Sekar
Wijayakusuma diletakkan di dalam kepala, keluar dari lesan (bicara/mulut).
Senjata Cakra di dalam dada, keluar dari tangan. Sanata Narayanagopa, di dalam
guwa garba keluar dari di kaki
Setelah raden Kresna sudah bisa menerima semua wejangan sang Resi dan
sudah menerima semua pusaka tadi, sang Resi lalu muksa, menjadi satu jiwa
dengan Raden Kresna. Raden Narayana lalu memakai nama Sri Padmanaba.
Menjelmanya Batara Wisnu terbelah jadi dua, misalnya bunga dan harumnya,
bunganya adalah Sanghyang Wisnu, harumnya memiliki watak seperti Batara
Wisnu. Begitulah cerita dongeng raden Kresna dan resi Padmanaba.
Mustika Air
1. Tirta Mertakamandanu, artinya tempat air kehidupan yang keluar dari
mustika mendung, siapa yang minum tidak akan mati selamanya.
2. Tirta Kaskaya, artinya air hujan yang pertama, bisa digunakan untuk jamu
kuat badan, diminum setiap tengah malam.
Mustika Manik
Cupu Manik Astagina, artinya cupu perhiasan atau cupu berlian yang
mempunyai kegunaan delapan macam, gunanya adalah barang yang dimasukkan
dalam cupu tadi tidak akan habis selamanya. Makanya lalu diisi dengan air kehidupan, tirta Mertakamandanu. Cupu Retna Linggamanik, adalah cupu yang
digenggam di tangan Sanghyang Kanekaputra sebagai jimat, dinamakan mustika
Linggamanik.
Retna Dumilah berupa perhiasan, yaitu intan atau berlian yang besar
bentuknya, memiliki cahaya seperti nyala lentera. Perhiasan tadi kalau digunakan
bisa menunjukkan keadaan surga dan neraka. Sedangkan kesaktiannya adalah
segala yang diinginkan akan datang serta tidak bisa lapar, yang punya adalah
Sanghyang Nurcahya.
Wit wana Umarewan, atau dinamakan wit Rewan, yaitu pohon ngarang
yang tidak ada daunnya, akarnya jadi sumber kehidupan di bumi, semua isi bumi
yang mati sabelum saatnya, kalau diberi akar pohon Rewan tadi lalu hidup lagi.
Kalau dalam cerita pedalangan dinamakan Latamausadi, yang jadi pusaka para
Dewa. Cupu manik Astagina, tirta Mertakamandanu, serta Latamausadi adalah
sumber kehidupan orang di bumi. Pustaka Darya, yaitu serat yang berisi cerita
sejarah kisah Sanghyang Nurcahya sampai Sanghyang Tunggal yang jadi pusaka
Batara Guru (Manikmaya).
Mustika jamus, berbentuk rontal yang ditulisi, berisi segala kejadian. Resi
Abyasa menjadikan mustika Jamus sebagai pustaka (layang) yang dinamakan
Kalimasada, sebagai tumbak kesengsaraan putra Prabu Pandudewayana nantinya,
lalu diberikan pada cucunya dan diminta untuk mempelajari serta diberitahu
kesaktian pustaka itu, kalau dipakai oleh orang sadu (suci) bisa jadi warastra atau
warahastra, artinya senjata yang sangat sakti.

Sadu artinya sareh atau Pandita. Padahal Prabu Yudistira itu ratu berjiwa
pandhita dan sabar hatinya, makanya Prabu Yudistira ketika perang melawan
prabu Salya pada saat Baratyuda, pustaka Jamus digunakan dan seketika berubah
menjadi senjata berbentuk panah sakti. Setelah Prabu Salya terkena senjata itu lalu
sirna seketika. Candrabirawa, sebuah ajian yang kalau digunakan berbentuk panah
yang memiliki kekuatan bisa mendatangkan bermacam-macam buta yang
berwajah menakutkan. Candrabirawa itu salah satu dari delapan rupa, yaitu dari
kata candra artinya keras atau panas. Bairawa adalah nama Sanghyang Siwah,
yaitu ketika Sanghyang Siwah berganti rupa sampai yang ke delapan yang
berbentuk sangat menakutkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar